Semesta, aku sudah mati dan kehilangan rasa

Nabila Putri Salsabila
2 min readApr 5, 2021

--

Namun aku tidak tahu bagaimana caranya hidup kembali

I remember exactly that I got this from Twitter but I forget whom does this image belong to

Semesta, sebenarnya aku tidak terlalu suka menulis puisi,

karena inspirasi hanya datang saat aku merasa sangat gembira atau sangat sedih, dan beberapa tahun ke belakang rasa-rasanya semua hal telah membuatku gelap mata dan mati (rasa).

Yang aku tidak pernah mengerti, mengapa sesuatu yang tadinya membuat kita sangat senang, malah berbalik menjelma sebagai alasan yang menjadikan kita teramat sedih. Apa karena bahagia itu fana, sedangkan duka itu abadi?

Lalu, mengapa kebahagiaan hanya berlangsung sepersekian detik, sedangkan kesedihan selalu bertahan tidak pernah kunjung beranjak pergi (satu milimeter pun!), padahal ia telah bertamu bertahun-tahun lamanya? Aku sadar bahwa semua tamu harus dijamu, namun bukankah emosi adalah reaksi yang seharusnya datang dan pergi silih berganti? Mengapa kebahagiaan jarang sekali singgah di pikiran?

Maaf ya semesta,

sebenarnya setiap hari aku menenggak racun dan berharap orang lain yang mati, namun herannya ia tetap hidup dan sehat. Sekarang, malah aku yang sekarat.

Kadang aku takut sekali memikirkan bahwa aku bisa mati kapan saja karena rasa sedih yang keterlaluan secara harfiah memang menyesakkan dada. Setiap hari aku bahkan memasang pengingat agar tidak lupa bernafas dan tetap menjalani hidup, karena aku tahu persis bahwa manusia tidak pernah benar-benar ingin mati, manusia hanya ingin hidupnya menjadi lebih baik.

Berbahagialah orang-orang bodoh, egois, tak bertanggung jawab, dan berperasaan dangkal yang tidak pernah memikirkan atau merasakan segala sesuatunya terlalu dalam atau terlalu jauh. Kami setiap hari harus berlutut memohon kepada Tuhan dan semesta agar perasaan kami biarlah hilang selagi mati terkubur, supaya kami bisa tetap melanjutkan hidup yang tenang sebagaimana manusia tidak punya hati maupun otak pada umumnya.

Ironis sekali karena aku selalu berkoar-koar dengan sombong bahwa hidup ini harus menjadi berkat bagi banyak orang, dan aku ingin hidup seratus—seribu tahun lamanya di benak umat manusia, namun aku tidak pernah sekalipun menjadi berkat untuk diri sendiri.

Jakarta pada hari Senin yang terlalu pagi, 5 April 2021 - 06:34
Sudah benar-benar lupa caranya menjadi bahagia karena pandemi ini membuat semua orang menjadi gila, tetapi terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segelintir pihak yang menjaga diriku agar tetap waras

--

--

Nabila Putri Salsabila

Twitter and LinkedIn active user. My thoughts also live in Steller, Tumblr, and WordPress.